Thursday, October 27, 2016

TOKOH-TOKOH ISLAM PADA MASA DINASTI BANI AYYUBIYAH


TOKOH-TOKOH ISLAM PADA MASA DINASTI BANI AYYUBIYAH

A.    ABDUL LATIEF AL-BAGHDADI
Nama lengkap Abdul Latief al-Baghdadi adalah Abu Mohammad Abdul Latief bin Yusuf bin Mohammad. Ia lahir pada tahun 1162 di Baghdad. Sejak kecil ia telah mempelajari alquran dan ilmu agama dari al-Wajih al-Wasiti. Menjelang dewasa, ia melanjutkan pendidikannya dengan mempelajari ilmu kedokteran dan filsafat.
Salah seorang gurunya adalah Ibnu Tilmiz. Selanjutnya, ia pergi ke Damaskus dan Mesir. Di sana, ia mendalami ilmu-ilmu agama, kedokteran, sastra, dan filsafat.
abdul Latief adalah seorang ahli anatomi, sastrawan, dan filosof. Namanya terkenal sebagai ahli anatomi pertama yang mendeskripsikan tengkorak kepala manusia dan tulang muka, termasuk tulang rahang bawah, secara lengkap dan akurat. Sepanjang hidupnya, Abdul Latief sangat tekun mempelajari ilmu kedokteran. Ia meneliti sejumlah karya para ahli medis Yunani dan mengembangkannya melalui banyak penelitian. Selain itu, ia juga mengembangkan kajian tentang tulang manusia, khususnya tulang rahang bawah. Selama berada di Mesir, ia menganalisa Teori Galenus mengenai tulang bawah dan tulang yang menghubungkan tulang punggung dengan tulang kaki, sebelum kemudian berhasil menyempurnakannya. Penelitiannya di bidang ini memunculkan banyak temuan yang mengejutkan.    

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junayd ibn Muhammad ibn Junayd al-Baghdadi. Ia kemudian lebih populer dengan panggilan Imam Junayd al-Baghdadi, dan terkadang juga dipanggil al-Junayd saja. Ia merupakan tokoh sufi yang besar pengaruhnya di Baghdad. Imam Junayd lahir di Kota Nihawand, Persia, dan wafat pada 298 H/910 M. Meskipun ia lahir di Nihawand, keluarganya bermukim di Kota Baghdad, tempat ia belajar hukum Islam menurut mazhab Imam Syafi’i, dan akhirnya ia menjadi qadi di Baghdad, kemudian ia menganut Mazhab Abu Tsawr.
Dalam disiplin sufi, ia adalah murid pamannya, Syaikh Sari as-Saqati (w. 253 H/867 H), saudara kandung dari ibunya sendiri. Di samping belajar dengan as-Saqati, ia juga berguru kepada Abu Abd Allah al-Haris ibn Asad al-Basri al-Baghdadi al-Muhasibi (165 H – 243 H/781 – 857 M), seorang sufi yang terkemuka di Baghdad ketika itu. Imam Junayd al-Baghdadi, bahkan dipandang sebagai murid terdekat dan paling banyak mendapatkan ilmu dari Haris al-Muhasibi tersebut.

C.    IBNU KHALLIKAN
(Irbil, 11 Rabiul akhir 608/23 September 1211 – Damascus, 16 Rajab 681/21 Oktober 1282). Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Abu Abbas Syamsuddin al-Barmaki al-Irbili asy-Syafi’i bin Khallikan. Seorang sejarawan Arab muslim yang berasal dari keluarga terhormat, keturunan Barmak (*Baramikah). Ayahnya guru di Madrasah al-Muzaffariyyah yang didirikan oleh Muzaffaruddin Gokburi. Sebagai pengganti ayah dan gurunya, ia dibimbing oleh Syarifuddin al-Irbili. Ibnu Khallikan merupakan seorang intelektual yang mempunyai pikiran tajam, peneliti yang cerdas, adil dalam segala masalah hukum, dan bersifat sosial. Dia juga menyenangi puisi, khususnya Diwan karya Mutanabbi. Oleh sebab itu, dia banyak berteman dengan budayawan dan sastrawan Mesir.
            Ketika Ibnu Khallikan belajar di Aleppo, 626 H/1229 M, ia dibimbing oleh Ibnu Syaddad dan Ibnu Ya’isy. Selanjutnya ia meneruskan studinya di Damascus di bawah bimbingan Ibnu as-Salah. Ibnu Khallikan pergi ke Mesir pada tahun 635 atau 636 H. Kemudian tahun 646 H/1249 M ia diangkat menjadi wakil ketua pengadilan Mesir. Pada waktu itu ketua pengadilan dijabat oleh Badruddin Yusuf bin Hasan atau Qadi Sinjar. Kariernya dalam bidang hukum berlanjut di Damascus. Di sini ia diangkat menjadi ketua pengadilan (Qadi al-Qudat) oleh Sultan Baybars (*Dinasti Mamluk) pada tahun 695 H/1261 M. Dalam kedudukannya sebagai ketua pengadilan, ia juga membawahi seluruh pengadilan yang berada di wilayah Suriah. Selama menjalankan tugasnya, ia menerapkan Mazhab Syafi’i. Hakim-hakim yang bermazhab *Hanafi, Hanbali, dan Maliki menjadi wakil-wakilnya. Kemudian hakim-hakim tersebut, atas perintah Baybars, pada tahun 664 H/1266 M dipromosikan menjadi ketua pengadilan. Setelah kurang lebih sepuluh tahun Ibnu Khallikan menjalankan tugasnya di Damascus, lalu ia melepaskan semua jabatannya dan kembali pulang ke Cairo.
             Di Cairo ia menjaadi seorang guru di Madrasah al-Fakhriyah. Tetapi kemudian Ibnu Khallikan kembali ditunjuk menjadi ketua pengadilan di Suriah. Penunjukan ini terjadi setelah Bybars meninggal dunia pada tahun 676 H/1277 M.
Ketika gubernur Damascus, Sunqur al-Asyqar, mengadakan pemberontaka terhadap Sultan Nasir Muhammad bin Qalawun (sultan Dinasti Mamluk) yang sedang naik takhta, Ibnu Khallikan ditahan krena dituduh mengeluarkan fatwa yang membenarkan pemberontakan Sunqur. Pemberontkan itu akhirnya dapat dipatahkan oleh pihak Qalawun. Kemudian pada bulan Safar 679/1280 M tentara Qalawun memasuki Dmascus. Akhirnya atas perinth langsung dari Sultan, Ibnu Khallikan dibebaskan.
Ibnu Khallikan juga menggemari kajian-kajian sejarah. Karangan sejarahnya yang terkenal berupa kamus biografi yang berjudul wafayat al-A’yan wa Anba’ az-Zaman. Buku ini dibuat dengan cara mengumpulkn bahan dari berbagai sumber dan disusun berdasarkan urutan abjad. Isinya membicarakan kehidupan tokoh-tokoh yang, karena alasan-alasan tertentu, memiliki popularitas. Tokoh-tokoh yang dimasukkan terbatas pda tokoh yang ahun wafatnya dikethui. Dalam bukunya itu, Ibnu Khallikan tidk memasukkan para Sahabat Nabi SAW, generasi kedua Islam atau tabiin dengan sedikit pengeculian, dan semua khlaifah. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa informsi tentang mereka mudah didapatkan dalam karya-karya biografi dan sejarah lainnya.

D.    HASAN BIN KHATIR AL FARISI
Al-Farisi dikenal sebagai murid pilihan Kuth al-Din Shirazi. Ia tercatat sebagai alumni School of Maraghi, sebuah lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi yang didirikan oleh al-Thusi, juga sebagai asisten dan pengganti al-Thusi. Ia mewarisi semua sifat Nashiruddin al-Thusi. Kecemerlangan pemikiran al-Farisi membuatnya menjadi ilmuwan kesayangan para pengajarnya.
Brockelmann dan sejumlah pakar lain mencoba menelaah dan menelusuri jejak karya al-Farisi, termasuk sebuah karya legendarisnya yang diterbitkan di Haydarabat dengan judul TankihTankih adalah karya al-Farisi yang paling sensasional. Karya ini membahas cara rinci dan tuntas masalah seputar optik yang pernah diajukan Ibnu al-Haytsam. Dalam karyanya tersebut, al-Farisi mengembangkan penelitian al-Haytsam terhadap kamera obskura dan menjelaskan timbulnya pelangi. Saat menjelaskan perihal pelangi, al-Farisi mampu memberikan penjelasan yang valid tentang tata warna pelangi primer dan sekunder. Namun, satu hal yang paling mengesankan dari karyanya itu adalah ia berhasil menjabarkan hasil penelitian ilmiahnya dengan menggunakan teori matematika.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQb9aGLpOIIUd5f5i2iFAaYziUC4-ybS-Q2TZ1PcVz1AK2uO5LI
Diilhami sebuah analogi yang dikemukakan oleh Ibnu Sina tentang tetes air hujan di permukaan gelas, al-Farisi meneliti jalur sinar lampu yang melewati permukaan sebuah gelas. Ia berharap bisa menentukan pembiasan sinar matahari melalui titik hujan. Teori al-Farisi tentang pelangi dianggap spektakuler karena mampu mendemonstrasikan beragam rupa kombinasi refraksi dan refleksi cahaya matahari dalam setetes air, yang dikaitkan dengan pelangi primer dan sekunder. Selain Tankih, al-Farisi juga menulis buku lain yang membahas masalah optik, yaitu Kitab al-Basa'ir al-Ilm Manazir. Buku ini merupakan sebuah karya bebas tentang optik.
Selain menguasai ilmu optik, al-Farisi juga mahir matematika. Salah satu karya andalannya di bidang ini adalahTadhkirat al-Ahbab, yang merupakan manuskrip tentang angka atau bilangan yang bersahabat (friendly numbers). Ia menulis buku ini pada tahun 1337 (737 H) di Baghdad. Asas al-Qawa'id fi Usul al-Fawa'id adalah sebuah risalah matematika karya al-Farisi yang juga cukup terkenal. Di kemudian hari, para ilmuwan fisika dan matematika memuji sejumlah karya al-Farisi sebagai karya ilmiah berkualitas tinggi. Karya-karya tersebut diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin.

E.     IBN AL BAYTAR

Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din al-Malaqi (ابن البيطار). Namun salah satu ilmuwan Muslim terbaik yang pernah ada ini lebih dikenal sebagai Ibnu Al-Baitar/Al-Baytar. Dia dikenal sebagai ahli botani (tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan) pada abad pertengahan. Dilahirkan pada akhir abad 12 di kota Malaga (Spanyol), Ibnu Al-Baitar menghabiskan masa kecilnya di tanah Andalusia tersebut.

Minatnya pada tumbuh-tumbuhan sudah tertanah semenjak kecil. Beranjak dewasa, dia pun belajar banyak mengenai ilmu botani kepada Abu al-Abbas al-Nabati yang pada masa itu merupakan ahli botani terkemuka. Setelah belajar pada Ibn Al-Rumeyya, ia menguasai tiga bahasa sekaligus, Spanyol, Yunani, dan Suriah. Berbekal kemampuan berbahasa inilah, ia mengadakan perjalanan ke beberapa negara untuk mengembangkan ilmu yang diminatinya, botani. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan.
            Tahun 1219 dia meninggalkan Spanyol untuk sebuah ekspedisi mencari ragam tumbuhan. Bersama beberapa pembantunya, al-Baitar menyusuri sepanjang pantai utara Afrika dan Asia Timur Jauh. Tidak diketahui apakah jalan darat atau laut yang dilalui, namun lokasi utama yang pernah disinggahi antara lain Bugia, Qastantunia (Konstantinopel), Tunisia, Tripoli, Barqa dan Adalia.
            Setelah tahun 1224 al-Baitar bekerja untuk al-Kamil, gubernur Mesir, dan dipercaya menjadi kepala ahli tanaman obat. Tahun 1227, al-Kamil meluaskan kekuasaannya hingga Damaskus dan al-Baitar selalu menyertainya di setiap perjalanan. Ini sekaligus dimanfaatkan untuk banyak mengumpulkan tumbuhan. Ketika tinggal beberapa tahun di Suriah, Al-Baitar berkesempatan mengadakan penelitian tumbuhan di area yang sangat luas, termasuk Saudi Arabia dan Palestina, di mana dia sanggup mengumpulkan tanaman dari sejumlah lokasi di sana.


Previous Post
Next Post

About Author

0 comments: