Thursday, October 27, 2016

PENGGEREK BENDERA PERTAMA KALI DIMASA PRESIDEN SOEKARN

PENGGEREK BENDERA PERTAMA KALI DIMASA PRESIDEN SOEKARNO



Merah Putih tak akan berkibar 67 tahun yang lalu tanpa peran petugas pengibarnya. Jika sudah demikian, tak akan pula bangsa ini menikmati kemerdekaannya.Tidak banyak yang mengenal sosok pengibar Sang Saka Merah Putih saat dibacakannya teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945. Padahal, fotonya mudah ditemui di berbagai buku sejarah. Pria bercelana pendek itu tak lain Ilyas Karim.


            Ilyas kini aktif sebagai Ketua Yayasan Pejuang Siliwangi Indonesia, sebuah perkumpulan veteran, merupakan satu-satunya saksi sejarah detik-detik proklamasi yang masih hidup. Kehidupan Ilyas yang pernah andil dalam berbagai misi penumpasan pemberontakan kurang mendapat perhatian pemerintah. Ia memang tidak mencari pengakuan penuh, tapi itu sudah seharusnya didapat pria yang juga pernah ikut dalam misi perdamaian Garuda II di Kongo, pada 1961 silam.
Dia (pemerintah) tahu, kami berjuang, ujar Ilyas kecewa.

            Meski demikian, Letnan Kolonel Purnawirawan ini tak ingin menuntut banyak. Ilyas hanya ingin menghabiskan masa tuanya dengan melihat kemerdekaan rakyat Indonesia. Ia berharap, generasi muda mau menghargai perjuangan para pahlawan dengan mengisi hidup lebih baik lagi. Kisah Hidup Ilyas Karim Sang Pengibar Bendera Pusaka Di usianya yang ke-81, pria sepuh itu masih tetap menikmati hidupnya di pinggir rel Kalibata, Jakarta Selatan.

            Pria yang kini menderita stroke mata itu seharusnya bisa hidup lebih layak. Sebab, pria bernama Ilyas Karim adalah pelaku sejarah penting. Dialah pengibar pertama Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus 1945 lalu. Anda tentu pernah melihat foto upacara pengibaran Bendera Merah Putih pertama kali di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta Pusat. Di foto itu tampak dua orang pengibar bendera yang dikelilingi oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Ibu Fatmawati, dan SK Trimurti. Pemuda pengibar bendera yang bercelana pendek itulah Ilyas Karim.


            Saat ini Ilyas tinggal di sebuah rumah sederhana di Jl. Rawajati Barat, Kalibata, Jakarta Selatan, bersebelahan dengan rel kereta api, Selasa (12/8/2008) kemarin, Ilyas masih tampak bugar. Meski gerak badannya tidak segesit dulu, namun dia tidak tampak bungkuk ataupun tergopoh ketika berjalan. Ilyas menceritakan pengalamannya sebagai pengibar bendera Merah Putih pertama di republik ini. Waktu itu, Ilyas adalah seorang murid di Asrama Pemuda Islam (API) yang bermarkas di Menteng Jakarta Pusat. Malam hari sebelum dibacakan proklamasi kemerdekaan RI, Ilyas beserta 50-an teman dari API diundang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56.
Katanya ada acara gitu, tutur Ilyas. Saat berkumpul di rumah Soekarno itulah Sudanco (Komandan Peleton) Latief menunjuknya untuk menjadi pengibar bendera di acara proklamasi kemerdekaan keesokan harinya. Satu orang pengibar yang lain yang ditunjuk adalah Sudanco Singgih, seorang tentara PETA. Saya ditunjuk karena paling muda. Umur saya waktu itu 18 tahun, kata Ilyas.

            Ilyas menceritakan pengalaman itu dengan penuh semangat. Matanya yang harus diplester agar tidak terpejam tampak berbinar. Ilyas memang menderita stroke mata. Dokter menganjurkannya untuk memlester kelopak matanya agar tidak terpejam. Sudah berbagai upaya pengobatan ditempuhnya namun belum juga membuahkan hasil. Meski dengan sakitnya itu, Ilyas tetap aktif beraktivitas. Sejak tahun 1996 dia menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Yayasan Pejuang Siliwangi Indonesia yang memiliki cabang di 14 propinsi, antara lain di Medan, Riau, Jambi, Palembang, Banten, dan Ambon. Yayasan itu sendiri bergerak di bidang sosial. Kegiatannya antara lain penyantunan anak yatim, pembangunan rutempat ibadah, dan penyantunan orang jompo.

            Ilyas lahir di Padang, Sumbar. Dia sekeluarga baru menetap di Jakarta pada 1936. Ayahnya dulu seorang camat di Matraman. Di zaman penjajahan Jepang, ayahnya dibawa ke Tegal dan dieksekusi tentara Jepang. Sejak saat itu, Ilyas menjadi yatim. Setelah pengibaran Sang Saka Merah Putih itu, Ilyas kemudian menjadi tentara. Pada 1948, Ilyas dan sejumlah pemuda di Jakarta diundang ke Bandung oleh Mr Kasman Singodimejo. Di Bandung, dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kesatuan tentara ini kemudian ini nama Siliwangi. Nama Siliwangi merupakan usul dari Ilyas. Sebagai tentara, Ilyas pernah diterjunkan di sejumlah medan pertempuran di berbagai daerah, termasuk ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di Libanon dan Vietnam. Pada 1979, Ilyas pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Kehidupannya mulai suram, karena dua tahun kemudian dia diusir dari tempat tinggalnya di asrama tentara Siliwangi, di Lapangan Banteng, Jakpus. Sejak saat itu hingga saat ini dia tinggal di pinggir rel KA
.




ILYAS KARIM PENGIBAR SANG SAKA PERTAMA
https://sejarawanmuda.files.wordpress.com/2011/08/1703169620x310.jpg?w=620
Ilyas Karim (bercelana pendek membelakangi kamera) dan Sodanco Singgih mengibarkan bendera Sang Saka Merah Putih seusai pembacaan proklamasi.
JAKARTA, KOMPAS.com – Langkah kakinya kini tak lagi setegap dulu. Untuk menaiki anak tangga, kakinya pun bergetar. Padahal, setengah abad yang lalu, dua kaki itu masih kuat menghentak bahkan menendang lawan.
Selain kaki, penurunan fungsi bagian tubuh juga tampak di mata. Di matanya, ada dua buah plester yang menempel di atas kelopak mata. Plester itu bertugas memaksa kelopak matanya untuk selalu terbuka.
Kerut wajahnya pun mengindikasikan kakek tua ini sudah mengecap asam garam kehidupan. Dialah Ilyas Karim (84), seorang pejuang bangsa yang kini jasanya seolah dilupakan pemerintah.
Nama Ilyas Karim memang tidak terlalu populer di kalangan generasi penerus. Namun, sejarah mencatat ada seorang pemuda berusia 18 tahun mengenakan celana pendek dengan mantap mengibarkan sang saka Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945 untuk pertama kalinya.
Dia-lah saksi hidup naskah proklamasi kemerdekaan RI dibacakan oleh Presiden Soekarno yang didampingi Wakil Presiden Mohammad Hatta di kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat. Ilyas masih ingat ketika dipercaya sebagai pengibar bendera Merah Putih, hatinya pun bergejolak gembira.
“Bagaimana tidak senang? Saat itu detik-detik kemerdekaan negara kita. Dan saya di situ mengibarkan bendera Indonesia pertama kali di hadapan pak Presiden, Bung Hatta, Bu Fatmawati,” tutur Ilyas, Rabu (17/8/2011), saat dijumpai di kediamannya yang ada di pinggir rel di Jalan Rawajati Barat nomor 7, Kalibata, Jakarta Selatan.
Ia mengaku tidak tahu mengapa dirinya yang ditunjuk sebagai pengibar bendera. Ketika itu, Ilyas hanya mengikuti seniornya, Chairulsaleh yang memberitahukan pemuda di Asrama Pemuda Islam (API) untuk bersiap berkumpul di rumah Bung Karno keesokan harinya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi, Ilyas bergegas menuju rumah Bung Karno. Setibanya di sana, tangan Ilyas tiba-tiba ditarik oleh Sudanco Latief Hendraningrat dan disuruh berdiam diri di samping tiang bendera.
“Saat itulah saya diminta jadi pengibar bendera bersama Sudanco Singgih. Hanya karena saya datang duluan dibandingkan teman-teman, jadinya sayalah yang ditunjuk. Coba kalau telat, ceritanya pasti berbeda,” tutur Ilyas sembari bercanda.
Menurut Ilyas, ada satu momen di mana dirinya tidak akan lupa adalah ketika Fatmawati menghampirinya sambil membawa sebuah kotak. Kotak itu berisi bendera Merah Putih yang sudah dijahit sehari sebelumnya.
“Bagus sekali kain itu, masih sangat baru. Ibu Fatmawati berpesan sama saya, ini kotak di dalamnya ada bendera hati-hati jangan sobek. Saya jaga itu sampai pelan-pelan saya kerek naik ke puncak,” kata pria kelahiran Padang Pariaman, 31 Desember 1927 ini.
Upacara bersejarah itu, diakui Ilyas, menumbuhkan semangat nasionalisme untuk lepas dari penjajahan Jepang yang sangat besar. Setiap orang mulai dari tua hingga muda tanpa membedakan suku, larut dalam semangat kesatuan itu.
Begitu upacara usai, setiap orang bersorak gembira. Namun, tidak ada perayaan berlebihan dalam peristiwa bersejarah itu. Setiap orang pulang ke rumah masing-masing lantaran masih dalam bulan puasa. “Sama seperti sekarang ini (bulan puasa). Tapi rasanya berbeda. Dulu semangatnya ada,” ujar Ilyas lirih.
Ilyas merasa prihatin dengan kondisi bangsa yang carut marut. Menurutnya, pemerintah tak lagi peduli akan rakyatnya. Padahal, kemerdekaan dulu dicapai untuk seluruh rakyat.
“Yang sekarang ada rakyat miskin. Jaman dulu mana ada pengemis, sekarang kemerdekaan itu hanya untuk para pejabat. Padahal dulu kami berjuang untuk rakyat,” imbuhnya.
Masa Tua Hidup Sederhana
Selain menjadi salah satu tokoh bersejarah dalam pengibaran bendera Merah Putih, Ilyas mengabdikan hidupnya sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia bertugas keliling daerah sampai menjadi pasukan perdamaian di Kongo, Lebanon, dan Vietnam. Selama puluhan tahun menjadi tentara dan berpangkat terakhir Letnan Kolonel, Ilyas pun tak bergelimang harta.
Ilyas hidup di pinggir rel kereta di Jalan Rawajati Barat No. 7, Kalibata, Jakarta Selatan bersama sang istri. Ia membangun sebuah rumah sederhana yang lantai duanya terbuat dari seng.
Meski hidup dalam keterbatasan, Ilyas tak mau terpuruk meratapi nasib. Ia pun masih aktif menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Pejuang Siliwangi yang sering mengadakan bakti sosial bagi anak yatim. “Hidup itu untuk mengabdi bukan untuk diam-diam saja,” kata Ilyas.
Sikap sederhana Ilyas ini pula yang ditanamkan ke-14 anaknya. Elvita (40), anak kedua Ilyas, menuturkan sosok ayahnya terbilang tegas dan sederhana. “Bapak nggak pernah mau minta sama kita-kita ini. Kalau dikasih yang berlebihan dia juga pati nolak, sama orang lain juga begitu. Dia maunya biasa-biasa saja,” ujar Elvita.
Dikatakan Ilyas, di sisa umurnya ini, ia hanya ingin mencari amal. Ia mengaku sudah sejak lama tidak silau akan harta kekayaan. “Saya hidup palingan hanya beberapa tahun lagi, saya cari pahala. Sudah nggak mau cari harta kita beramal saja,” tandas kakek dengan 28 cucu ini.
*****




ILYAS KARIM MASIH TINGGAL DI PINGGIR REL
https://sejarawanmuda.files.wordpress.com/2011/08/1637095620x310.jpg?w=620
Rumah sederhana milik Ilyas Karim (84) di pinggir rel kereta Jalan Rawajati Barat, Kalibata. Ilyas adalah pengibar pertama bendera merah putih pada 17 Agustus 1945 lalu.
JAKARTA, KOMPAS.com – Pengibar bendera merah putih pertama, Ilyas Karim (84) masih tetap harus bertahan hidup di rumah sederhana yang berada di pinggir rel di Jalan Rawajati Barat, Kalibata, Jakarta Selatan. Kado kemerdekaan berupa satu unit apartemen yang dijanjikan kepadanya oleh pengembang Kalibata City masih belum bisa ditempati.
“Nggak tahu akan diapain apartemennya, saya tetap tinggal di rumah pinggir itu (sambil menunjuk rel kereta di samping apartemen Kalibata City),” ujar Ilyas, Rabu (17/8/2011), usai penyerahan simbolik sebuah unit apartement di Kalibata City, Jakarta Selatan.
Dikatakan Ilyas, meski secara simbolik apartemen itu sudah diberikan kepadanya, namun ia masih belum bisa memiliki sepenuhnya. “Katanya baru bisa dipakai Mei tahun depan. Nggak tahu apa saya masih hidup atau nggak,” canda pria kelahiran Padang Pariaman ini.
Meski demikian, ia mengaku berterima kasih dengan perhatian yang diberikan pihak swasta kepadanya. Pasalnya, pemerintah yang selama ini ia harapkan tak lagi memperhatikan pejuang tempo dulu. “Saya nggak pernah lagi diundang ke istana. Sama sekali tidak ada bantuan pemerintah, yang ada hanya masyarakat dan swasta. Tidak ada pemerintah,” tukasnya.
CEO Kalibata City, Budi Yanto Lusli mengakui bahwa apartemen di tower R tersebut memang tidak bisa serta merta bisa ditempati Ilyas. “Memang masih belum bisa, baru tahun depan karena tower itu masih dibangun,” ucap Budi.
Sementara kamar tipe lain dalam tower rusunami dan apami sudah habis terjual. “Jadi, kami memberikan yang apartement. Soal kisaran harga dan luasnya berapa itu surprise tapi kita berikan dengan fasilitas yang lengkap,” tutu Budi.
Ia menambahkan pemberian kado ini merupakan salah satu bentuk Corporate Social Responcibility (CSR) Kalibata City kepada pejuang, khususnya Ilyas Karim. Nama Ilyas Karim memang tidak terlalu dikenal publik apalagi bagi muda-mudi zaman sekarang.
Namun, ialah saksi penting dari peristiwa bersejarah pengukuhan kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 di rumah Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat.
Sebuah foto menjadi bukti keterlibatan Ilyas dalam peristiwa monumental itu. Di dalam foto upacara pengibaran bendera Merah Putih pertama kali, dua pengibar bendera tampak dikelilingi oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Fatmawati, dan Rahmi Hatta.
Pemuda pengibar bendera yang bercelana pendek itulah Ilyas Karim. Sementara seorang lagi merupakan Sudanco Singgih, kini sudah meninggal dunia.



Previous Post
Next Post

About Author

0 comments: