BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Serangan
Mongol telah mengakibatkan runtuhnya khilafah Abbasiyah di Baghdad. Secara
drastis, Kekuatan politik Islam mengalami kemunduran, beberapa peninggalan
budaya dan peradaban Islam serta pusat-pusat kekuasaan Islam pun dihancurkan.
Kekuasaan
politik Islam mulai mengalami kemajuan kembali setelah munculnya tiga kerajaan
besar yaitu Usmaniyah (kerajaan terbesar yang pertama berdiri dan paling lama
betahan) di Turki,[1] dengan pusat
kekuasaannya di konstantinopel (Istambul),[2] kerajaan
Mughal di India dan Safawi di Persia (Iran). Kerajaan Safawi merupakan kerajaan
besar yang kedua dir, Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yaitu
tarekat Safawiyah dengan pendirinya Syekh Safiuddin Ishaq (650 H/1252 M- 735 H/1335
M) pada tahun 1300-an di Ardabil.
Berawal dari
Tarekat Safawiyah, maka lahirlah sebuah kerajaan besar di Persia yaitu Kerajaan
Safawi dengan pendirinya Syeh Isma’il I pada tahun 907 H/1501 M di Tabriz,
Iran.[3] Kerajaan ini
mempunyai pengaruh besar di Persia, karena kerajaan ini sangat fanatik terhadap
ajaran agama. Dengan berdirinya kerajaan ini maka akan memudahkan mereka untuk
memperluas ajaran mereka terhadap paham syi’ah.
B.
Pembatasan Masalah
Makalah ini
terdiri dari beberapa pembahasan yang sesuai dengan judul makalah yaitu
Kerajaan Safawi di Persia. Pembahasan makalah ini terdiri dari beberapa rumusan
masalah yaitu:
1. Sejarah
berdirinya Kerajaan Safawi
2. Perkembangan
dan kemajuan Kerajaan safawi
3. Para
penguasa Kerajaan Safawi
4. Sebab
runtuhnya Kerajaan Safawi
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan sejarah Islam
di Persia (Iran) terutama pada masa Kerajaan Safawi dari berdiri, berkembang
dan runtuh.
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA
A. Sejarah
Kerajaan Safawi di Persia
Pada waktu
keturunan Timurlenk masih berkuasa di negeri Ardabil sebuah kota Azerbeijan,
telah muncul sebuah gerakan tasawuf yang tekun dalam ajaran agama. Tujuannya
untuk memerangi orang yang ingkar dan memerangi golongan yang dinamai dengan
ahli bid’ah[4], serta
mengislamkan orang Mongol yang menganut agama Budha.[5] Gerakan
tasawuf tersebut adalah sebuah Tarekat yaitu tarekat Safawiyah.
Kerajaan
Safawi merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar yang berkembang pada abad
pertengahan yaitu Usmaniyah, Safawiyah dan Mughol. Ketika kerajaan Usmani sudah
mulai mengembangkan sayapnya, kerajaan safawi mulai berdiri, Kerajaan ini
muncul di Persia pada abad ke 16-18. Dalam perkembangannya kerajaan ini sering
terjadi bentrok dengan Turki Usmani.
Kerajaan
ini dapat dihubungkan dengan Syekh Ishaq Safiuddin yang merupakan pendiri dari
Tarekat Safawiyah di Persia Barat Laut.[6] Syekh Ishaq
Safiuddin tidak hanya sebagai guru tarekat saja, tetapi Ia juga seorang
pedagang dan politisi. Ia sendiri adalah orang sunni, kekuasaannya tidak hanya
terbatas di Ardabil saja, tetapi juga terbentang dari wilayah Oxus sampai
Persia. Gerakan yang berusaha memerangi orang yang Ingkar dan ahli Bid’ah ini
semakin lama semakin besar dan meluas serta pengikutnya semakin banyak.
Semakin
berkembangnya zaman murid-murid tarekat safawiyah berubah dan beralih menjadi
tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaannya dan menentang siapa saja
yang tidak mengikuti kepercayaannya, semakin lama mereka semakin mengatur
kekuasaan dan disiplin, sehingga menimbulkan kecurigaan di pihak kerajaan yang
berkuasa.[7]Akibatnya
menimbulkan keinginan ingin berkuasa dikalangan para pengikutnya.[8]
Berkat
pengaruh kuat tarekat safawiyah dan setelah berjuang mengalahkan berbagai suku
bangsa yang berada di Persia terutama suku mongol yaitu Kara Koyunlu dab Aga
Koyunlu, Syaikh Isma’il Memproklamasikan dirinya sebagai raja yang pertama pada
tahun 1501 dan menetapkan mazhab Syi’ah sebagai mazhab tetap kerajaannya.[9] Kerajaan
ini berusaha untuk memperluas paham Syi’ah di Iran dengan membentuk sebuah
dinasti, mengkonsolidasikan paham Syi’ah dua belas dan mendatangkan kedua belas
ulama syiah yang berasal dari Syiria, Bahrain, Arabia Utara dan Iraq bahkan
mendirikan madrasah Syi’ah pertama di Iran.[10]
B. Kemajuan
Kerajaan Safawi
Ada beberapa
kemajuan kerajaan safawi, baik dalam bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi
dan dalam bidang industri.
· Kemajuan
dalam bidang politik
Para penguasa
kerajaan safawi berhasil menyatukan wilayah-wilayah Persia, karena sebelumnya
wilayah-wilayah Persia terpecah dalam berbagai dinasti kecil yang bertebaran
dimana-dimana sehingga keberhasilan ini merupakan kebangkitan nasionalisme
persia.
Pada masa
Ismail I yang merupakan pendiri kerajaan Safawi, Ismail beserta pasukannya
menyiapkan pasukan dan kekuatan yang bermarkas di Gilan. Pasukan itu disebut
Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan ini menyerang dan
mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan dibawah
pimpinan Ismail. Qizilbash berhasil menaklukkan dan menduduki Tabriz yang
merupakan ibu kota AK Koyunlu. Dan di kota inilah Ismail memproklamasikan
dirinya sebagai raja pertama kerajaan Safawi. Ia disebut juga Ismail
I yang berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada
sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan
menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai
propinsi Kaspia di Nazandaran, Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M),
Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah
kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur
(Fertile Crescent) .[11]
Ismail I berhasil mempertahankan eksistensi kerajaannya dan wafat pada
tahun 1524 M/930 H.
Dua raja yang
memerintah kerajaan Safawi berikutnya adalah Syah Isma’il II dan Syah Muhammad
Khudabandah, tetapi kedua raja tersebut kurang mampu mengatasi perselisihan
antar kelompok dalam barisannya, sehingga kerajaan Safawi agak mundur dan
kekuasaannya berkurang
Selain
Isma’il, ada juga sultan-sultan besar yaitu Tahmasp I dan Syah Abbas yang juga
berjasa dalam membawa kerajaan Safawi menuju puncak kemajuan dan kejayaan. Syah
Abaas memimndahkan Ibu kota kerajaan Qizwan ke Isfahan. Setelah Syeh Abbas
tidak ada lagi raja-raja Safawi yang kuat, sehingga terjadinya perebutan
kekuasaan dan kerajaan menjadi lemah.
· Kemajuan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Persia
terkenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam
mengembangkan Ilmu pengetahuan, tidak heran jika pada masa kerajaan Safawi
tradisi keilmuan ini terus berkembang. Ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di
Istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir
Ibnu Muhammad Damad adalah seorang yang pernah melakukan observasi mengenai
kehidupan lebah-lebah, [12]dan
berkembangnya filsafat ketuhanan (al-hikmah al-ilahiyyah) merupakan kemajuan
dalam bidang tasawuf, ini dapat terlihat dengan tokoh terbesarnya yaitu Mulla
Sadra dengan sebutan filasafat pencerahan.[13]
· Kemajuan
dalam bidang Ekonomi
Setelah
kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun dikuasai dan diubah menjadi bandar Abbas.
Dengan dikuasainya Bandar ini, maka salah satu jalur dagang laut antara Timur
dan Barat yang diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Perancis sekarang
sepenuhnya menjadi milik kerajaan dan di daerah bulan sabit subur sektor
pertanian mengalami kemajuan.[14]
· Kemajuan
dalam bidang Industri
Dalam bidang
industri berhasil membangun proyek-proyek mencusuar seperti Istana, Masjid,
jembatan besar, taman, dan lain-lain. Selain itu juga telah berhasil memajukan
industri permadani, brokad (kain sutera), porselein, seni lukis, dekorasi dan
seni arsitektur.[15]
C. Penguasa-penguasa
Kerajaan Safawi
Di bawah ini
merupakan penguasa-penguasa kerajaan Safawi di Persia
1. Syah Isma’il
I (1501-1524 M). merupakan tokoh yang memprakarsai atau pendiri kerajaan Safawi
dan berkuasa selama 23 tahun.[16]
2. Tahmasp
I (1524-1576 M). yang merupakan raja kedua kerajaan Safawi, beliau cukup lama
memerintah yaitu selama 52 tahun dan meninggal pada tanggal 14 Mei
1976.
3. Isma’il
II (1576-1577 M), merupakan putera Tahmasp yang kedua, Ia pernah memimpin
peperangan melawan bangsa Turki Usmani.
4. Muhammad
Khudabanda (1577-1587 M), merupakan putera tertua dari Tahmasp. Pada awal
pemerintahannya, Ia menangkap Ratu Peri Khan Hanim yang dianggapnya mush
besarnya yang menghalang-halangi kenaikan tahtanya.
5. Abbas
I (1587-1628 M) , pada usianya yang ke-17 tahun, Ia naik tahta
kerajaan dan diberi gelar Abbas Syah yang agung. Pada saat
kepemimpiannya, Ia selalu mendaptkan serangan dari orang-orang Turki.
6. Safi
Mirza (1628-1642 M) merupakan Syah yang lemah dalam pemerintahan, namun sangat
kejam kepada musuh besarnya dan sangat pencemburu
7. Abbas
II (1642-1667 M), Ia naik tahta pada usia 10 tahun. Pada masa pemerintahannya
kerajaan Iran kembali makmur dan bahagia.
8. Sulaiman
(1667-1694 M), Syeh Sulaiman ini tidak mempunyai perhatian terhadap masalah
pemerintahan dan gemar minum Khamer dan wanita.
9. Husein
I (1694-1722 M), merupakan seorang Raja yang baik hati, lemah lembut dan
religius.
10. Tahmasp
II (1722-1732 M)
11. Abbas
III (1732-1736 M)
D. Pemerintahan
Kerajaan Safawi
Struktur
organisasi pemerintahan kerajaan safawi secara administratife dapat dibagi
menjadi dua yaitu vertikal dan horizontal. Secara horizontal yaitu pembagian
organisasi pemerintahan berdasarkan garis kesukuan/kedaerahan. Sedangkan secara
vertikal terdiri dari dua jenis yaitu istana (dargah) dan secretariat Negara
(divan atau mamalik). Dari segi kesukuan, Qizilbasy telah menjelma sebagai
kelompok bangsawan dalam pemerintahan militer Kerajaan Safawi. Qizilbasy
merupakan suku keturunana turki yang dijadikan sebagai tulang punggung Kerajaan
Safawi di Persia.
Struktur
pemerintahan Kerajaan Safawi terdiri dari tiga fase perkembangan yaitu:
1. Periode
peralihan yaitu terjadinya banyak perubahan dan penyesuaian struktur
administrasi pemerintahan ini terjadi pada masa kekuasaan Syeh Isma’il sampai
akhir kekuasaan Muhammad Khudabanda (907 H/1501 M-996 H/1588 M). fase ini
ditandai dengan menonjolnya pertentangan kesukuan antara keturunan turki dan
keturunan Persia. Pada masa ini juga dibentuklah jabatan yang disebut
dengan vakil-I nafs-I nafis humayu yaitu jabatan wakil Syah
baik sebagai pemimpin politik (padishah), maupun sebagai
pemimpin spiritual(mursyid-i kamil).
2. Kekuasaan
Syeh Abbas I (996 H/1588 M-1038 H/1629 M) dengan melakukan penataan kembali
sistem administrasi Safawi, seperti melakukan pemusatan kekuasaan dengan
pengambilan keputusan yang berada dibawah kekuasaanya.
3. Masa
kemunduran pada masa pemerintahan Syeh Safi yang mengakibatkan jatuhnya
kerajaaan Safawi ketangan orang-orang Afghan (1038 H/1629 M-1135 H/1722 M), ini
dikarenakan tidak efektifnya system politik dan ekonomi. Pada fase ini jabatan
tertinggi disebut dengan mulla-basyi (ketua dewan/majelis ulama) dan wewenan
social politik keagamaan yang disebut dengan Sadr (sadarat) sudah berkurang dan
hanya mengurusi wakaf dan membantu hakim dalam pengadilan.
E. Sebab-sebab
Runtuhnya Kerajaan Safawi
Pada masa
kepemimpinan Syah Syafi’i di kerajaan Safawi menggantikan kakeknya Syah Abbas I
yang tidak mampu lagi melanjutkan kerajaan Safawi, dengan sikapnya yang kasar
dan otoriter, membawa kerajaan safawi dalam kehancuran.
Pada saat
turki usmani berhasil menjatuhkan Baghdad dan merebut Qandahar, Delhi dan
Georgis memberontak untuk melepaskan diri. Dan syah Abbas II berusaha untuk
mengembalikan kerajaan safawi dengan memerintah secara adil dan berusaha
membenahi militer, namun dampak negatif yang diahasilkan oleh ayahnya tidak
dapat diatasi.
Pada tahun
1667, Syah Abbas digantikan oleh Syah Sulaiman. Tetapi Syah Sulaiman pun tidak
mampu membawa kembali kejayaan kerajaan Safawi. Dan digantikan oleh Syah
Husain, namun dengan kelemahan Syah Husain, kerajaan Safawi dapat ditaklukkan
oleh pemberontak Afghanistan yang dipimpin oleh Mir Mahmud dan akhirnya
kerajaan Safawi lumpuh dan berakhirlah kerajaan Safawi.[17]
Adapun
sebab-sebab runtuhnya kerajaan safawi diantaanya yaitu:
1. Adanya
konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani, yang dikarenakan perbedaan
paham yang dipegang oleh kerajaan ini.
3. Terjadinya
dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi
4. Pasukan ghulam (budak-budak)
tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi, karena lemahnya system
pemerintahan dinasti Safawi yang diciptakan oleh Syeh Abbas.
5. Terjadinya
konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Selain hal
tersebut di atas,pada abad 17 beberapa kalangan Ulama Syiah tidak lagi mau
mengakui bahwa Safawiyah telah mewakili pemerintahan sang imam tersembunyi.
Pertama, ulama mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun
temurun tersebut sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran islam Syiah.
Kedua, selaras dengan keyakinan Syi’ah, bahkan semenjak masa keghaiban besar
tahun 941 sang imam tersembunyi tidak lagi terwakili di muka bumi oleh
Ulama.Selanjutnya Ulama menegaskan bahwasannya Mujtahid menduduki otoritas
keagamaan yang tertinggi.
Kehancuran
rezim ini juga di sebabkan sejumlah perubahan yang luar biasa dalam hal
hubungan negara dan agama. Safawiyah semula merupakan sebuah gerakan, tetapi
setelah berkuasa rezim ini justru menekan bentuk bentuk Islam sufi yang
cenderung kepada pembentukan lembaga ulama negara.
Krisis abad 18
mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh
wilayah muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Interfensi, penaklukan
bangsa eropa, dan dengan pembentukan beberapa razim kolonial, maka dalam hal
ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa eropa telah didahului
dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama.
Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern
berupa tradisi persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim
yang dibangun berdasarkan kekuatan unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan
sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
pembahasan-pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada mulanya kerajaan
Safawi ini berasal dari gerakan Tarekat Safawiyah, dinamakan Safawiyah karena
pendirinya yang bernama Syekh Ishaq Safiuddin. Awalnya tarekat ini
didirikan untuk mengislamkan orang-orang mongaol yang beragama Budha, dengan
semakin berkembangnya tarekat ini, maka timbullah keinginan para pengikutnya
untuk menjadi penguasa, dan akhirnya mereka menjadi tentara yang teratur dan
menentang mazhab yang bukan Syi’ah.
Kerajaan
Safawi mulai mengalami fase peralihan pada masa Isma’il I yang merupakan
pendiri pertama kerajaan Safawi dan berhasil mempersatukan kembali
wilyah-wilayah Persia yang terpecah menjadi dinasti-dinasti kecil. Tidak hanya
kemajuan dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan
dengan berkembangnya filsafat ketuhanan Mulla Sadra, dalam bidang ekonomi
dengan dikuasainya pelabuhan Gumrun dan mengubahnya menjadi Bandar Abbas, dalam
bidang Industri dan seni dibangunnya proyek mencusuar dan seni lukis. Dengan
para penguasanya yaitu Isma’il I, Thamasp, Ismail II, Muhammad Khudabanda,
Abbas II, Safi dll.
Struktur
pemerintahan kerajaan Safawi terdiri dari tiga fase yaitu fase peralihan, fase
pemusatan kekuasaan dan fase kemunduran. Adapun kemunduran kerajaan ini terdiri
dari beberapa sebab diantaranya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan
Usmani, dekandensi moral para penguasa Kerajaan Safawi, pasukan budak-budak
yang tidak memiliki semangat perjuangan dan terjadinya konflik intern dalam
memperebutkan kekuasaan.
3.2 Saran
Diharapkan
mahasiswa dapat memahami semua sejarah kerajaan islami lainnya, agar menambah
wawasan tentang sejarah islam.
[9] Harun Nasution, Ensiklopedi
Islam Indonesia, cet. 2, ed. Revisi. Jakarta: Djambatan, 2002, h. 998
[14] Harun
Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, cet. 2, ed. Revisi.
Jakarta: Djambatan, 2002, h. 999
[16] Taufik
Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Khilafah). Jakarta PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, tt. h. 270-272
0 comments: