MENGHORMATI
ORANG TUA
Menjelaskan isi Q.S Al-Isra / 17:23-24
Al-Qur’an Surat Al-Isra’
(17) ayat 23-24.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
“ Dan tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan
‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
“Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai
Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)
Surat
Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi
dari karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau
dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa
moral, budipekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya
adalah wahyu yakni berupa Al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral,
dan sopan santun sumbernya adalah filsafat. Kembali kepada pengertian dari
Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa yang pertama Allah memerintahkan kepada
hamba-hambanya untuk menyembah Dia semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya.yang kedua, kita harus berbakti kepada orang tua.
Lalu pada ayat 24 disebutkan bahwa anak hendaknya mendoakan kedua orang tuanya.
Ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang dianjurkan adalah bagi
yang muslim, baik yang masih hidup atau telah meninggal. Sedangkan bila ayah
atau ibu yang tidak beragama islam telah meninggal, maka terlarang bagi anak
untuk mendoakannya. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketika kita
menghargai dan menyayangi orang tua kita dengan baik maka akan menumbuhkan
akhlak serta moral yang baik pula bagi anak sedangkan jikalau kita acuh maka
akan timbuh akhlak dan moral yang tidak baik. Dengan kata lain, hal ini sangat
berpengaruh dalam pendidikan karakter. Antara orangtua sebagai pendidik dan
anak. Segala sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan menanamkan
karakter yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang tua
merupakan suatu cara yang harus dilakukan.
Menjelaskan isi hadis-hadis
yang terkait dengan hormat dan patuh kepada orang tua dan guru
Hadis Abdullah ibnu Umar
tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.
عَنْ
عَبْدُ الله بن عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم:
رِضَى اللهُ فى رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ (
اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم)
Artinya: dari Abdullah bin
‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu
terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka
orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan
Al-Hakim)
Hadis
Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ
اَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم
فقال يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ
مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ
(اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu Hurairah
r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli
dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab:
“ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu
bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).
Hadis Abdullah bin Mas’ud
tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
عَبْدُ
الله بن مَسْعُودٍ قال سَاَ لْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ايُّ الْعَمَلِ
اَحَبُّ الى الله قال: الصَّلَاةُ على وَقْتِهَا قال: ثم اي قال:ثُمَّ بِرُّ
الْوَالْدَيْنِ قال: ثم اي قال: الجِهَادُ فى سَبِيْلِ الله ( اخرجه البخاري و
مسلم)
Artinya: “ dari Abdullah
bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal apakah yang
paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “
saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada
kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “
berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]
Hadis Al-Mughirah bin
Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak kewajiban,
meminta yang bukan haknya.
عن
المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان الله حرم عليكم عقوق الامهات
ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه
البخاري)
Artinya: dari Al-Mughirah
bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala
mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan
haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang
banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari)
Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
عن
عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من
اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه . قيل رسول الله.و كيف يلعن لر جل والديه ؟
قا ل: يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “ dari Abdullah
bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “ diantara
dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat
bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang
tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain,
kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain,
dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).
Birrul Walidain
Pengertian Birrul Walidain
Istilah Birrul
Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya
kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu
bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap
kedua orang tua.
Kedudukan Birrul Walidain
Birrul
Walidain mempunyai
kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan
orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya
juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya
menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat
besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga
mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung,
menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut
mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing,
melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan
sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu,
tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat
kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.
Bentuk-Bentuk
Birrul Walidain
Adapun
bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang
tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak
menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat
maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin
hubungan dengan baik.
2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang
tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur
kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.
3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam
berbagai aspek kehidupan, baik masalah
pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan
saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.
4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil.
Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu
orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah
kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan
pikun.
8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul
Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:
–
Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
–
Melunasi semua hutang-hutangnya
–
Melaksanakan wasiatnya
–
Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
–
Memuliakan sahabat-sahabatnya
–
Mendoakannya.
4. Doa
Anak untuk Orang Tua
Seorang anak yang ingin
mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci Alquran
yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar
dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa
yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam
Q.S.Ibrahim:41
41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua
ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat)”.
Permohonan Nabi Ibrahim
dalam Q.S. Al-Israa’: 24
24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya
mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar
yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia
ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam
ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap
anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan
terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka
di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik,
tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam
tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di
dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada
orang tua yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi
bila kedua orang tua sudah berusia lanjut)
Akhlak Kepada Guru
·
Guru
adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi
lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla.
Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi
perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at
agama.
·
Di
antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki
guru, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
·
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا وَ يَرْحَمْ
صَغِيرَنَا
“Tidak termasuk golongan kami
orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak menyayangi orang
yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )
·
Di
antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan
penuh semangat, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
·
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ
اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan
dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh mudahkan baginya dengannya jalan
menuju syurga.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )
·
Di
antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan
yang rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
·
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Alloh itu
indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim )
·
Di
antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang
menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
·
وَ سَكَتَ النَّاسُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرَ
“Orang-orang pun diam
seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori )
·
Imam
Sufyan Ats-Tsauri rohimahullohberkata : “Bila kamu melihat ada anak
muda yang bercakap-cakap padahal sang guru sedang menyampaikan ilmu, maka
berputus-asalah dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya.”( AR.
Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ilas-Sunan )
·
Di
antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang
belum dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :
·
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ
تَعْلَمُوْنَ
“Bertanyalah kepada ahli
dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43 dan
Al-Anbiya’ : 7 )
·
Rosululloh
saw bersabda :
·
أَلاَ سَأَلُوْا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ
الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Mengapa mereka tidak
bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan adalah bertanya
?” ( HSR. Abu Dawud )
·
Dan
menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar
mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu
Alloh berfirman :
·
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَسْأَلُوْا عَنْ
أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila dijawab niscaya akan
menyusahkan kalian.” ( Qs. Al-Maidah : 101 )
·
Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
·
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِيْنَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ
شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
“Sesungguhnya orang muslim
yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak
diharamkan, lantas menjadi diharamkan lantaran pertanyaannya itu.” ( HR. Ahmad,
Al-Bukhori dan Muslim )
·
Ketika
bertanya mestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang bagus.
Berkata Imam Maimun bin
Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan separuh dari kefahaman.” ( AR.
Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami’ )
·
Di
antara akhlaq kepada guru adalah menegur guru bila melakukan kesalahan dengan
cara yang penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :
·
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ , قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ
لِلَّهِ وَ لِكِتَابِهِ وَ لِرَسُولِهِ وَ لأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَ
عَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.”
Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau menjawab : “Untuk menta’ati
Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya untuk para pemimpin kaum
muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi dll )
Akhlak terhadap orang tua
menurut etika :
Orang tua adalah oran yang telah merawat
kita, menjaga, memelihara, dan mendidik kita sejak kecil hingga kita menjadi
dewasa. Mereka melakukannya secara sunguh-sungguh dan penuh kasih sayang demi
mengharapkan kehidupan kita yang lebih baik. Bahkan orang tua dengan susah
payah bekerja mencari nafkah untuk membahagiakan kita.
Sedemikian besar peran
orang tua dalam hidup kita, sehingga sudah sepantasnya kita sebagai orang yang
berpengetahuan haruslah menjaga etika kita terhadap orang tua. Diantara
bentuk-bentuk perbuatan kita yang sesuai dengan etika adalah :
1. Selalu taat kepada keduanya dan menjalankan
segala perintahnya, asalkan perintah itu tidak bertentangan dengan ajaran agama
dan tidak melanggar hukum yang berlaku di suatu tempat. Meskipun orang tua kita
berbuat aniaya kepada kita, tetaplah kita tidak boleh menyinggung perasaan
mereka ataupun membalas perbuatan yang mereka terhadap kita. Baik bagaimanapun
mereka tetaplah orang tua kita yang telah merawat kita semenjak kita kecil.
Menurut ukuran umum, orang
tua tidak akan berbuat aniaya kepada anaknya sendiri. Jikalau terjadi aniaya,
biasanya disebabkan oleh perbuatan si anak yang berbuat keterlaluan kepada
orang tua.
2. Jika hendak pergi hendaklah meminta izin
kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan kita harus menerimanya dengan lapang
dada.
3. Berbicaralah dengan lemah lembut, bermuka
manis, dan berseri-seri. Janganlah meninggikan suara ketika berbicara kepada
orang tua dan jangan pula menggunakan kata-kata yang kasar kepada keduanya.
4. Perhatikan nasihat-nasihat orang tua dan
janganlah memotong pembicaraannya.
5. Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat
tenaga, terutama jika orang tua sudah berusaha lanjut.
6. Selalu bersikap baik dan sopan santun baik
dalam perbuatan maupun perkataan.
7. Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya
meskipun kita dalam perantauan ataupun kita sudah memiliki keluarga sendiri,
selalu menepati janji kita, dan menghormati sahabat-sahabat orang tua dengan
baik.
8. Selalu mendoakan orang tua agar diampuni
dosa-dosanya oleh Allah swt.
Sementara itu menurut imam
al-Ghazali, etika anak terhadap orang tuanya adalah sebagai berikut:
1. Mendengarkan pembicaraannya.
2. Melaksanakan perintahnya.
3. Tidak berjalan di depannya.
4. Tidak mengeraskan suara ketika berbicara
kepadanya.
5. Menjawab panggilannya.
6. Berkemauan keras menyenangkan hatinya.
7. Menundukkan badannya.
8. Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap
mereka.
9. Tidak memandang dengan mata melotot dan tidak
menatap matanya.
Itulah sebagian kecil
bentuk akhlak anak terhadap orang tua menurut etika
Akhlak
Kepada Guru Menurut Etika
Murid adalah orang yang
sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi untuk keberkahan dan
kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah
diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau
etika yang benar terhadap gurunya.
Beberapa contoh etika murid
terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Seorang murid hendaklah hormat kepada guru,
mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah memberi salam
terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau berjumpa dengan beliau.
3. Seorang murid hendaklah memandang gurunya
dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu memiliki derajat kesempurnaan,
sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat dari beliau.
4. Seorang murid hendaklah mengetahui dan
memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan tidak melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah bersikap sabar jika
menghadapi seorang guru yang memiliki perangai kasar dan keras.
6. Seorang murid hendaklah duduk dengan sopan di
hadapan gurunya, tenang, merendahkan diri, hormat sambil mendengarkan,
memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya.
Jangan duduk sambil
menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.
7. Seorang murid hendaklah ketika mengadap
gurunya dalam keadaan sempurna dengan badan dan pakaian yang bersih.
8. Seorang murid hendaklah jangan banyak bicara
di depan guru ataupun membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
9. Seorang murid hendaklah jangan bertanya
dengan tujuan untuk mengujinya dan menampakkan kepandaian kepada guru.
10. Seorang murid hendaklah jangan bersenda gurau
di hadapan guru
11. Seorang murid hendaklah jangan menanyakan
masalah kepada orang lain ditengah majlis guru.
12. Seorang murid hendaknya tidak banyak
bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna
13. Jika guru berdiri, Seorang murid hendaklah
ikut berdiri sebagai penghormatan kepada beliau.
14. Seorang murid hendaklah tidak bertanya suatu
persoalan kepada guru ketika sedang di tengah jalan.
15. Seorang murid hendaklah tidak menghentikan
langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal yang tidak berguna.
16. Seorang murid hendaklah tidak berburuk sangka
terhadap apa yang dilakukan oleh guru ( guru lebih mengetahui tentang apa
yang dikerjakannya).
17. Seorang murid hendaklah tidak
mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.
18. Ketika guru sedang memberi penjelasan/
berbicara hendaklah murid tidak memotong pembicaraannya. Kalaupun ingin
menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya menunggu hingga beliau selesai
berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan disampaikan
dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
19. Apabila ingin menghadap atau bertemu untuk sesuatu
hal maka sebaiknya murid memberi konfirmasi terlebih dahulu kepada guru dengan
menelphon atau mengirim pesan, untuk memastikan kesanggupannya dan agar guru
tidak merasa terganggu.
20. Murid haruslah berkata jujur apabila guru
menanyakan suatu hal kepadanya.
21. Seorang murid hendaklah menyempatkan diri
untuk bersilaturahim ke rumah guru di waktu-waktu tertentu, sebagai bentuk rasa
saying kita terhadap beliau.
22. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi oleh
beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah tetap selalu mengingat jasanya dan
tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas mereka.
Bagaimanapun juga guru
merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di rumah. Mereka
adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaiman kita
menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati guru
kita.
Sebagaimana disyiratkan
dalam sabda Rasulullah SAW :
“Tidak termasuk umatku
orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tidak mengasihi
orang yang lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang alim dari
kami.” (HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
“Pelajarilah oleh kalian
ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan) ketenangan,
kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut ilmu
darinya.” (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)
1. Kedudukan Guru
“ Bapak Guru lebih mulia
dari bapak kandung “. Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan dari segi jasmani yang
bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi rohani yang
bersifat spiritual dan universal.
Para Guru, Ustadz,
Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang yang
beramal sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur
pusaka dalam menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang
terdekat dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima
pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist
tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati para Ulama, meski bukan
Guru kita. Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur risalah
kenabian, yang kini disebut Da’wah atau Kulyah Agama. Adapun Ulama yang
sebenarnya adalah yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan
amalanya tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
0 comments: